Skakmat!

Risa tersenyum simpul. Ia menatapku misterius. Aku langsung takut-takut. Ia menatap pion-pion catur itu dengan tatapan kemenangan.

Benar saja. Ia menyikut prajurit kudaku dengan pion bentengnya. Ia meletakkan tangan di pangkuan, menatapku terus tersenyum. Senyum kemenangan. Aku mengusap peluh dan nyengir.

"Skakmat," katanya khidmat.

Aku menghela napas. Ia tekekeh geli.

"Kata profesional?" tanyanya dengan nada yang manis.

"Mungkin khusus kamu aku nggak bisa profesional."


Ia mengangkat alis sebelahnya. Lalu tertawa geli. Risa, dia cantik sekali kalau sudah begini. Aku menengok jam tanganku. Waktunya pulang. Ya, aku sedang ada di rumah Risa, bermain catur dan kalah kesekian kalinya.

"Besok mau kujemput?" tanyaku sambil berjalan menuju pintu gerbang seusai berpamitan dengan kedua orang tuanya. Risa melipat kedua tangan dan disembunyikan di balik punggungnya.

"Hm..." Ia terlihat menimbang-nimbang. "Oke."

Aku menatapnya girang, dan aku bersyukur bahwa aku nggak spontan jingkrak-jingkrak sekarang. Haha, I get you, girl.

"Oke, jam 8 ya?"

"I'll wait you."

Kurasa tinggal selangkah lagi.

 

***

"Ngapain sih, lo? Ketawa-ketawa sendiri?" tanya Noval sambil memandangku penuh selidik. Tapi tangannya terus memasukkan keripik singkong dari bungkus di tangannya ke mulutnya.

"Fall in love, bro."

Noval nyengir. "Lagak lo kayak masih remaja aja, gelisah begitu."

"Aih, gue masih remaja, tau!" kataku dengan nada mengancam.

"Idih, tampang udah kayak..."

Aku melotot, membuat adikku berhenti berkata. Dia nyengir lagi sambil membentuk huruf "V"  dengan jarinya.

"Sapa nama cewek lo?" tanya Noval kepo.

"Risa." Aku mengusap rambutku sekali lagi sambil melihat pantulannya di depan cermin. Aku tersenyum simpul pada diriku sendiri. Lalu aku menyambar jaket yang kugantung di belakang pintu, melirik Noval yang ternyata memperhatikanku dengan heran dan mengerutkan kening.

"Gue berangkat dulu."

"Bukannya jadwal lo jam 9? Kok jam segini udah berangkat?" tanya Noval.

Aku tersenyum misterius. "Jemput cewek, bro."

Noval menelan ludah.

***

Aku mengecek jadwal di salah satu anak tangga kampus. Cari-cari waktu. Buat jalan bareng Risa, catch and... dor! Haha, kok keliatannya mulus amat? Duh, semoga aja deh.

"Lo ngapain sih ketawa-ketawa sendiri begitu? Nggak tadi pagi, nggak sekarang." Noval menepuk punggungku dari belakang, lalu duduk di sampingku. Nih anak, datengnya selalu nggak terduga begini.

Aku diam saja. Aku menutup laptopku dan beranjak berdiri. Noval ikut berdiri.

"Mo ke mana lo?"

"Ke kelas lah. Udah waktunya nih," kataku sambil menengok jam.

"Eh, tunggu bentar dong. Gue mo kenalin cewek gue nih."

Aku mengangkat alis. "Ha? Cewek? Kapan lo nembaknya? Trus sejak kapan lo PDKT?" Pertanyaanku memberondong.

"Barusan, belum sempat PDKT," kata Noval bangga.

Aku melongo. "Ha? Baru kemaren lo putus... Val, lo gila. Kok lo malah bangga sih punya jabatan player? Woy, tobat wooooyyy."

Noval ngakak. "Iya deh, besok."

"Besok? Tobat bisa dijadwal gitu?" Aku menatapnya dengan alis tinggi-tinggi, tapi dia nampak santai-santai saja. Dasar player ulum. "Sapa namanya?" tanyaku.

"Hai!!" sapa seseorang yang tiba-tiba merangsek datang di hadapan kami. Senyumnya yang cantik. Tubuhnya yang lincah. Ia menyelipkan rambutnya di belakang telinga. Aku ternganga. Noval terlihat bangga, mengambil alih merangkul dia. Menunjukkan bahwa dia-lah cewek yang barusan diceritakan. Noval tak punya kawan, karena si cewek segera berganti ekspresi wajah. Sepertiku, ia menatap kami tak percaya. Ternganga.

"Kalian kembaaarrr???" pekik Risa. Aku menelan ludah. Noval santai saja. Risa terlihat gelisah. Ia berulang-ulang menyibakkan rambutnya. Gerah. Membuatku merana. Aku meringis.

"Mana yang di antara kalian yang namanya Novan?" tanya Risa. Aku mengangkat tangan. Risa terlihat was-was. "Dan mana yang pacar-gue??" tanyanya hati-hati. Kali ini Noval yang mengangkat tangan dengan senyum cemerlang. Kuharap Risa nggak pingsan di tempat, melihat napasnya yang sepertinya sukar dicerna.


@anggiiaaa

Komentar