Teriakan Cintaaaaa!!



“Ma, ke rumah Kiran dulu ya, pinjem buku.”

Setelah terdengar suara Mama, yang kuyakini berkata “ya”, aku melangkah keluar rumah. Rumah Kiran, temanku, hanya berjarak beberapa blok dari rumah.

Aku melangkah dengan gontai. Ada sesuatu yang kupikirkan. Aku berjalan dengan terus menendang-nendang kerikil dan menunduk. Kedua tanganku saling menggemgam dan kusembunyikan di balik punggung. Rambutku yang panjang tak kuapa-apakan, jadi terurai begitu saja. Karena aku menunduk, jadilah beberapa helainya jatuh menutupi pandangku. Sudah mirip kuntilanak putus asa tak dapat menakuti siapa-siapa lagi.

Kamu ngaku anak muda? Remaja? Tau galau kan berarti? Nah, itu yang kurasakan. Aku memikirkan seseorang, yang rasa-rasanya sulit digapai. Tau maksudku? Ya, pokok intinya adalah, kamu suka dengan seseorang tapi orang itu nggak peka. Peka. Nggak peka...


Sesungguhnya hal ini ambigu. Nggak peka bisa jadi orang yang kamu sukai itu bener-bener nggak peduli. Meski udah semua yang kamu lakuin untuk mengirim sinyal, mulai nyindir-nyindir di status sosial media, nyindir secara langsung, kasih perhatian lebih, nyepik-nyepik nggak jelas, cemburu terang-terangan, dan bahkan pergi ke dukun ajib segala. Tapi emang dasarnya nggak peduli, kamu diidemin aja. Dicuekin. Ada dua hal juga di sini. Bisa dibilang nggak peka karena dia menganggap hal-hal yang kamu lakuin itu biasa. Nggak bisa dibilang nggak peka, emang dasarnya dia nggak peduli sama sekali. Artinya, dia-nggak-suka-sama-kamu. Hiks!

Yang kedua, dia nggak peka karena kamu udah ngerasa gagal sebelum berjuang. Kalah sebelum perang. Ngibrit sebelum datang. Takut sebelum ketemu. Kamu ngerasa kamu emang nggak pantes buat dia. Nggak percaya bahwa cinta bakalan nyasar ke hatinya buat kamu. Terlalu mission impossible buat kamu. Tapi, heeeiiiii, kan belom dicoba. Gimana kamu bisa tau bahwa dia nggak bakal suka ama kamu? Kamu sudah menghubungi dukun unggulan emangnya? Dukun tau apa soal dia? -_- Ampun deh.

Punya buku tulis? Kan notabene ada tulisan motivasi tuh di bawahnya. Pernah baca yang ini? You’ll never know till you have tried. Tau artinya kan? Kalo nggak tau, periksa sendiri di Google Translate.

Tapi kenyataannya, itu yang aku rasain. Aku sama sekali nggak punya keberanian buat deketin dia. Pepatah “Bukan Cewek yang Maju Duluan” itu sekarang bener-bener menyiksa. Padahal pepatah itu kudunya dimusnahkan, but,  liat sekarang. Aku masih nggak punya keberanian juga.

Aku mengangkat wajahku. Oh ya ampun, ternyata aku sudah ada di blok sebrang. Tinggal 1 blok lagi akan ketemu rumah Kiran. Sekarang aku menapaki jalan yang sepi, terlebih lagi gelap, apalagi tingkah anehku yang menunduk dan rambut ke mana-mana... Haha. Untung nggak pake baju putih.

Aku berbelok ke gang Kiran. Sialnya, rumahnya ada di ujung satunya. Aku baru menyesal kenapa nggak lewat sebelah sana. Dengan begini kan aku bakalan lewat rumah... rumah... O’ow!

Beberapa meter dari tempatku, sebuah motor bebek yang sangat kukenal berhenti di depan rumah yang sangat kukenal. Pengendaranya cowok, yang juga sangat kukenal. Dia memakai jaket anti air warna hitam, jins biru dongker, dan... sandal jepit swallow. Ia melepas helm, membuka tudung jaketnya, dan kamu boleh tertawa karena aku langsung diam di tempat dengan pasang muka bego. Ah ya ampun, itu cowok bisa disihir jelek seketika nggak? Salah sendiri, sekarang aku yang disihir mematung begini. Ia mengacak rambutnya yang sudah berantakan, mengetuk gagang pagarnya karena sebelumnya ia temukan terkunci. Lalu keluar seseorang yang kutau Mamanya, memandangnya garang. Tapi cowok itu malah nyengir.

Ya ampun, itu senyum bisa dijadiin senyum favorit nggak sih?

Ia masuk ke dalam rumah, bayangannya seolah lenyap di mataku. Sihir yang membekukanku di tempat hilang, dan kuakui aku kecewa. Aku melangkah dengan gontai lagi, tapi aku tak mau melayangkan aksi menendang kerikil bodoh seperti tadi. Kalau dipikir-pikir, aku sudah sering kecewa. Dengan aku yang berdiam diri tanpa aksi, aku sudah tau aku akan makan hati setiap hari. Tapi rasanya kok sama terus ya setiap saat? Padahal aku sudah biasa... Ah, tau deh!

Aku melewati rumahnya dan menatap pintu yang terbuka itu, berharap kepalanya muncul tiba-tiba. Tapi nihil. Aku menghembuskan napas lesu dan pasrah. Rumah Kiran tinggal sedikit lagi. Sudahlah, aku sudah buat janji dengan PR matematika, bukat makan hati gara-gara dia.

Ingin rasanya aku teriakkan apa yang kupendam-pendam selama ini. Sesuatu yang kamu pendam, pasti bakalan meledak, suatu saat nanti. Tapi aku sudah berkali-kali meledak kok, paling pol ya cuman nangis. Tapi lama-lama bosan juga nangis. Apa sebaiknya aku katakan saja... Ah, jangan! Masa cewek yang maju duluan? Tapi, mo sampai kapan? Sampai kapan ku di sini, menunggumu... Menunggumu...

Pelajaran moral nomor sekian, galau akan membuatmu terlalu berlebihan dan super mellow.

Apa sebaiknya aku teriak aja ya? Tapi dalam hati aja. Biar tenang gitu. Karena seperti ada gumpalan yang menyumbat di hati ini sehingga aku sukar bernapas. Aku sudah terlalu familier dengan ini, tanda-tanda nyesek lalu mewek. Tapi rumah Kiran tinggal sejengkal lagi masa aku mau nangis di tempat sih? Bisa-bisa ada agen FBI dateng berbondong-bondong karena aku melakukan pelanggaran fatal...

Oke maaf, lanjut.

Ya, aku harus teriak sekarang. Sudah nggak tahan! Bahuku sudah gemetar, dan sebentar lagi banjir bandang akan datang. Kalau aku nggak teriak sekarang, aku benar-benar akan meledak. Dan Kiran yang mendapatiku meledak akan mengirimku ke psikolog segera. Waaaah... nggak mauuuuuuu.

Oke, sekarang. Ah, jangan deh. Ah, ngapain sih maju mundur gini. Toh teriak dalam hati aja kan? Ya sudah, laksanakan. Nggak ada yang bakal denger. Aku celingak-celinguk sejenak. Keadaan sepi dan sunyi senyap. Begitu juga rumah dia. Dan aku yakin nggak ada satupun yang ada di sini, dia sekalipun, bisa membaca pikiranku. Oke, oke. Sekarang!

Sesaat sebelum aku hendak berteriak, ada bunyi keritan pintu pagar yang terbuka. Krieeettt...

“AKU SUKA KAMUUUUU JEFRIIIIIIIIIIII!!!”

Uhf, lega? Banget. Sekarang aku tersenyum. Ajaibnya, aku nggak jadi nangis. Bahuku nggak gemetar lagi, napasku nggak sesak lagi. Seakan ada beban yang menghantui punggung ini diambil semua. Ah, lega lega!

Aku menoleh untuk mengucapkan terima kasih pada rumah dia sebelum melangkah maju ke rumah Kiran lagi. Eeeiiiii, tanpa kuminta ternyata dia sudah ada di depan. Ia berdiri memegang jok sepeda motornya. Ia berdiri kaku, pandangannya tajam ke arah depan. Rahangnya mengeras, dan ia berkali-kali mengerjapkan mata, seolah baru terbangun dari mimpinya. Begitu juga saat ia memalingkan wajahnya, me-na-tap-ku. Deg! Aku menelan ludah.

Ia berjalan menuju tempatku. Aku tau, aku bakalan mati di tempat sekarang. Ekspresinya serius, kelewat serius malah. Seolah aku baru saja membunuh kucing peliharaannya. Dan ia hendak meminta pertanggungjawaban dan harta gono-gini. Lho? Ya ampun dia mau apa? Memang apa yang sudah kulakukan??

Sejenak aku berpikir. Apa dia tiba-tiba sudah peka gitu? Dan pandangan seriusnya menandakan dia bakal menolakku mentah-mentah. Aih, mengapa begitu cepat? Memang dia tau dari mana? Tapi... enggak, nggak mungkin! Lalu dia mau apa sih? Dan apa yang telah kulakukan?

Aku memikirkan apa yang barusan kulakukan. Aku barusan teriak, menyatakan perasaanku. Eh, tunggu. Jangan-jangan dia bisa baca pikiran lagi!! Aduh, ngeri. Tapi kalau memang bisa, dia seharusnya udah peka dari dulu! Lantas? Iya kalau aku menyatakannya sambil berbisik dalam hati.

Tunggu dulu!

Dalam hati? Ugh! Aku melotot tegang. Ya ampun, aku baru sadar. Aku tadi teriak beneraaaaaan!!!!

Aku berbalik badan, entah keberanian apa yang kupunya. Aku akan menghadapinya, terserah dia mau marah-marah menolakku atau apa. Mungkin ini memang saatnya aku menelan bulat-bulat kenyataan. Sudah saatnya aku bangkit, dan go move on. Sudah saatnya...

Napasku makin sesak dan tegang ketika jarakku dengannya tinggal beberapa langkah. Aku sebenarnya ingin memejamkan mata, tapi mataku tiba-tiba tidak patuh dengan tuannya. Aku terus menatapnya tegang hingga ia mendekat... mendekat... daan...

Jefri mengulaskan senyum terlembut yang pernah kulihat.


@anggiiaaa

Komentar

Posting Komentar