Pergilah Kasih



“Linda! Dengerin aku dulu...,” Saka terlihat memohon dengan wajah memelas di depanku. Tapi air mataku sudah kadung tumpah ruah, dan wajahku sudah sedemikian buruk di matanya. Aku mengusap air mata kesekian kalinya.


“Percuma! Toh apa yang mau kamu jelaskan takkan bisa mengobati lukaku!” kataku ketus.


"Tapi kasih kesempatan dulu buat aku menjelaskan...”


“Terlalu drama Saka. Pergilah...”


Tapi akulah yang pergi, sambil menenteng rokku yang panjang agar mudah berlari cepat. Aku tak melihat ia lagi.




***



Esoknya, saat salat subuh di masjid, tak kutemukan wajah Saka di manapun. Oke, ini sebenarnya perbuatan terlarang untuk dilakukan di masjid. Tapi aku takkan tenang jika tak melakukannya.


Akibatnya salatku jadi tak sepenuhnya khusyuk. Aku berulang-ulang meminta ampun pada Tuhan atas perbuatanku. Saat merapikan mukenah dan sajadah, seseorang menghampiriku. Aku menoleh.

Ibu Saka.

“Linda, ada sesuatu yang terjadi denganmu dan Saka ya?” tanya beliau. Aku terdiam. Sendu. Aku tak mungkin menceritakannya. Jadi aku hanya tersenyum tipis.


“Tengah malam ia pergi mendadak. Padahal jadwalnya masih lama. Kamu sudah tau?”


Aku terang-terangan tertegun sampai bahuku terguncang. Jantungku tak mau tenang. Kepalaku kliyengan. Sudah tak dapat kulukiskan betapa sedih dan kecewanya aku.


Aku menggeleng lemah. Tapi kemudian tersenyum, demi menjanjikan bahwa aku baik-baik saja.


Ibu Saka mengelus bahuku. Ia tersenyum hangat, seolah berkata “doakan dia ya”. Lalu beliau pergi.


Aku bingung. Akulah yang menyuruh Saka untuk pergi, namun apa yang terjadi padaku sekarang? Seolah badanku terbelah-belah dan terpisah-pisah. Saka sudah pergi.



***



Lima tahun berlalu.


Saat iqamah salat isya’ berkumandang dan aku beranjak berdiri, aku sekilas memandang ke depan, ke barisan laki-laki. Mataku membulat ketika menatap sosok berbalut batik berwarna cokelat dan potongan rambut yang familiar. Hah? Apa-apaan ini? Apa dia... Ah! Mana mungkin ada fatamorgana di dalam masjid!


Sampai seluruh jamaah mengumandangkan kata amin saat berakhirnya surah Al-Fatihah, aku masih terbengong-bengong, belum melafalkan niatku. Aduh, pasti salatku tak khusyuk lagi. Apa yang bisa kukatakan pada Tuhan sekarang?


Saat salat selesai dan para jamaah hendak berduyun-duyun untuk pulang, aku langsung melesat pergi. Cepat-cepat kukenakan sandalku di luar masjid tanpa menoleh ke bagian laki-laki lagi, meski rasa penasaranku makin akut saja. Aku menolak menghadapi kenyataan, bila sesungguhnya apa yang kupikirkan benar-benar terjadi.


Baru beberapa langkah aku berlari kecil, seseorang, dengan lantang, yang kuyakini adalah suara laki-laki, mematikan seluruh urat sarafku. Langsung saja ototku beku, tak dapat lagi melangkah. Sekujur tubuhku bisa dikatakan kaku, aku terdiam bagi patung yang berdiri tegak sambil menenteng sarung mukenahku yang panjang.


Suara langkah jelas-jelas terdengar makin keras karena ia mendekat. Sejujurnya aku ingin lari. Tapi sudah kukatakan kan? Aku diam bagi patung pualam. Jika bisa kupanggilkan Hermione Granger, gadis sahabat Harry Potter yang paling pintar itu, aku sudah langsung ada di rumah sekarang.


“Linda?” seseorang sudah ada di sampingku. Aku menoleh kaku. Jika tadi patung, sekarang aku robot.


Aku membisu. Sedangkan yang ada di sampingku tersenyum sumringah.


“Aku pulang, Linda!” katanya senang. “Aku baru sampai barusan, lima menit sebelum adzan isya’ berkumandang.”


Mana aku peduli? Itu yang ingin kukatakan. Tapi terlalu munafik untuk didengar.


“Dan aku sudah mewujudkan hal yang kuutarakan padamu waktu itu!” katanya semangat. Aku masih terdiam dan hanya menatapnya. Tapi dalam tatapanku aku berkata, “Apa maksudmu?”.


Senyum Saka sirna. Tapi tak menghilangkan kegembiraannya sama sekali. Ia membuka ranselnya. Oh, baru kutahu ia membawa ransel. Lalu ia menyodorkan gulungan kertaas padaku. Aku terbata-bata menyambutnya. Saat kubuka itu bukan kertas. Tapi koran.


Saat membaca headline utamanya dan foto Saka yang bersinar di samping artikel, aku merasa perlu untuk menyanyikan lagu yang berulang-ulang kudengarkan atas kepergian Saka lima tahun yang lalu.


SAKA ADJIE PRAYOGA, PENGUSAHA MUDA YANG SUKSES KARENA PANTANG MENYERAH DAN GEMAR MENGIKUTI SEMINAR KEWIRAUSAHAAN



Pergilah kasih, kejarlah keinginanmu...
Selagi masih ada waktu...
Jangan hiraukan diriku...
Aku rela berpisah... demi untuk dirimu...
Semoga tercapai... segala keinginanmu...

D’Masiv-Pergilah Kasih.






@anggiiaaa

Komentar