Bintang #1

Ada seseorang datang. Samuel yang sedang diam di depan rumah memperhatikannya. Cewek. Rambutnya yang hitam dan lurus dikucir kuda. Ia mengenakan kemeja lengan panjang yang tampak kebesaran dengan bentuk tubuh aslinya. Ia memakai jins ketat berwarna merah yang sengaja digulung di atas mata kaki. Kakinya terbungkus dengan sepatu yang juga tampak besar bagi cewek yang bertubuh jangkung sepertinya, berwarna biru laut bawahan putih. Dan ia berjalan mendekat.

Samuel menatapnya mengejek. Penampilan yang buruk. Semua serba kebesaran kecuali jins-nya. Namun rupanya cewek itu peka, tau apa yang terjadi. Begitu ia sampai di dekat Samuel, ia berhenti sejenak, mengernyit. Samuel tak mau lari, ia terang-terangan menyeringai sambil menatap cewek itu dari atas sampai bawah. Cewek itu mengangkat alis sebalahnya, menatap Samuel seolah menantang balik. Tapi Samuel tak peduli. Ia terus memamerkan seringainya di wajah yang (katanya) tampan itu. Kemudian cewek itu melengos, masuk ke dalam rumah.

"Hai, Bintang!" seru Dion senang melangkah keluar rumah. Cewek itu tersenyum dan berhenti melangkah. Samuel menolehkan kepalanya.


"Hai Dion, uh..." kata Bintang, agak kaget karena begitu sampai di tempatnya, Dion memeluknya erat. Lalu memutar-mutarkannya, seolah Dion sehabis mendapat seribu kotak harta karun karena Bintang datang. Bintang terkikik. Sedangkan Samuel beranjak berdiri, mengerutkan kening.

"Selamat ulang tahun," kata Bintang saat Dion menurunkannya. Bintang menepuk-nepuk bahu Dion pelan, seolah ingin berkata kamu-sudah-besar-ya... seperti di ulang tahun pada umumnya. Tapi Bintang tersenyum bangga menatap Dion.

Dion membalas senyum Bintang, lalu mengusap rambut Bintang pelan. "Makasih," katanya lembut.

"Hei, Sam!" seru Dion kemudian, sambil mengibaskan tangannya ke arah Samuel, menyuruhnya mendekat. Samuel menurut. Ia datang dengan hati yang tak enak. Bintang menatap Samuel yang tertunduk, datar.

"Sam, ini Bintang. Bin, ini Sam," ujar Dion.

Samuel tak bergerak. Ia enggan untuk mengulurkan tangan. Bintang tau apa yang dilakukan Samuel, mencoba berbesar hati. Ia tersenyum, pasrah. Ia mengulurkan tangan, tepat di arah pandang Samuel yang setengah tertunduk.

"Bintang."

Samuel masih diam ketika melihat tangan Bintang. Ia melirik, tapi diam mendapati senyum Bintang. Samuel berniat tak ingin menyambut ketika ia melirik ke arah Dion yang menggantung senyumnya. Samuel menghela napas, dalam hati.

"Samuel," katanya, malas-malasan.

"Dion?" seru seseorang di dalam rumah mampu memutar ketiga kepala tersebut. Mama Dion terlihat melangkah keluar rumah, dengan celemek dapur masih tertempel di tubuhnya. Gurat-gurat usia terlihat di sudut matanya. Wanita paruh baya itu girang menatap Bintang.

"Bintang???!!" serunya senang.

Bintang berbalik sambil tersenyum. Sama saja dengan anaknya, Bintang langsung disergap pelukan erat seolah Bintang telah membawanya menjadi seorang milyuner. Bedanya, kali ini Bintang tak diputar-putar.

"Apa kabar? Kok kamu jarang ke sini? Mama kangen banget ama kamu. Oh, ya, gimana kabar Mama kamu?" Pertanyaan memberondong dengan nada yang beragam.

Samuel mengernyit, menunjuk lemah Bintang dengan telunjuknya. "Temen... lo?"

Dion memasukkan kedua tangannya ke dalam jins cokelat tanahnya. "Temen kecil. Sejak SMP sih."

"Keliatannya udah akrab banget ama keluarga lo?"

"Nyokap gue nggak keturutan punya anak cewek. Jadi doyan amat ama Bintang."

"Doyan? Lo kata dia makanan?"

"Oh, ya ampun!" Mama Dion menjerit tiba-tiba ketika melepas pelukannya. "Aduh, Mama lupa kalau masih pakai celemek. Tuh kan, baju kamu jadi kotor."

"Oh, nggak papa Tante," jawab Bintang, nggak enak.

"Nggak, enggak bisa," jawab Mama Dion sambil menggoyangkan ke kanan ke kiri tangan telunjuknya di depan mata Bintang, seperti bicara dengan anak kecil. Lengkap dengan tatapan memperingati. "Dion? Kasih baju kamu buat Bintang ya..."

"Beres, Ma," jawab Dion.

"Duh nggak perlu Tante. Dion," kata Bintang.

"Tenang aja, Bin. Baju gue wangi-wangi kok.

Semuanya tergelak. Bintang menatap Dion nggak enak. Dion tersenyum menenangkan.

"Rumah kamu pindah, Sayang?"

"Kasih baju yang layak, Yon," kata Samuel masih terus menatap Bintang jijik.

"Kenapa?" tanya Dion menatap Samuel. Samuel diam saja. Dion jadi ikut-ikutan menatap Bintang. Tapi kemudian ia tersenyum. "Penampilannya ya?"

Samuel menggeleng sambil setengah tersenyum.

"Bintang emang tipe cewek benci pakaian pres bodi."

"Tapi buruk," komentar Samuel.

"I think that is good," bantah Dion. "Nice girl."

"For you, not me," tolak Samuel.

Dion ngakak. Bahunya sampai terguncang. Samuel tercenung.

Ketika Dion berusaha mengontrol napasnya, ia mencoba berkata, "Tapi dia tetep manis kok. Cantik." Dion mendekatkan mulutnya di telinga Samuel. "Gue jamin."

Samuel terperangah, menjauhkan diri dari Dion. Sekarang giliran Dion yang ditatapnya jijik. "Lo naksir dia, ya!" tudingnya.

Dion ngakak lagi. Samuel menganggap Dion mengiyakan pernyataannya. Samuel menggeleng tak percaya. Sesekali ia menatap Bintang dan Samuel bergantian. Ah, nggak pantes! Batinnya.

Kali ini Samuel yang berbisik ke telinga Dion. "Lo nggak bisa cari cewek lain apa?"

Dion tersenyum, hangat. "She is amazing. Trust me."

Samuel menggeleng. Ia tergelak pelan, dengan nada sarkastik. Matanya sampai menyipit menatap Bintang, mencari kelebihan cewek itu sehingga Dion tertarik. Lalu ia angkat bahu. Menatap Bintang skeptis.

"Jangan gitu. Ntar lo naksir lagi!" goda Dion.

Samuel mendelik. Ia memeletkan lidahnya, jijik. "Buat lo aja deh, trims."

"Kamu kemarin wisuda sebagai lulusan terbaik?" tanya Mama Dion.

Bintang menggaruk kepalanya, malu. "Ah, nggak juga Tante."

"Terkadang lo jangan nilai orang dari penampilan aja, Sam."

Samuel tertegun mendapati nada serius di kalimat Dion. Ia menoleh, mendapati Dion menatap Bintang sayang, tapi kemudian menoleh, menatapnya lurus-lurus. Nggak main-main.

"Lo tersinggung?"

Dion tersenyum. Senyum paksa. "Sedikit..."

Samuel membuang muka. Ia jadi tak enak hati. Tapi sepertinya, ia keterlaluan juga. Meski Dion mengatakan naksir Bintang nggak secara langsung, tapi Samuel malah secara terang-terangan mengungkapkan ketidaksukaannya terhadap cewek itu. Benar-benar nggak sopan.

"Ini aja, Yon?" tanya Mama Dion, membuat Samuel mengangkat alis tak mengerti.

Dion menatap temannya satu persatu. "Yup."

Ah. Samuel baru sadar. Pesta ulang tahun Dion masih setengah jam lagi tapi ia dan Bintang dikhususkan diminta datang paling awal. Samuel baru sadar, ia salah satu yang spesial, selain Bintang tentunya.

Tapi, Samuel barusan menyakiti Dion.

"Sam? Yon? Angkat panci sup dari dapur ke ruang keluarga ya. Biar nanti gampang angkut ke depan. Bintang, ikut Mama ganti baju." Mama Dion mengutarakan komando.

Samuel masih diam ketika Mama Dion dan Dion melangkah bersamaan ke daun pintu rumah. Mereka ngobrol. Ketika itu Dion bertanya mana panci yang akan diangkut. Panci isi sup ayam atau sup jagung. Dan Samuel juga mendapati Bintang yang sama sepertinya; belum bergerak. Dan... oh!

Samuel bersumpah demi apapun, sebelum Bintang melangkah pergi ia sempat tersenyum ke arah Samuel. Senyum perkenalan. Senyum yang... hangat. Berbeda. Senyum yang sejurus berpengaruh pada Samuel. Membawa Samuel ke sensasi-sensasi yang aneh. Sensasi yang sebenarnya sudah sering ia rasakan tapi... kali ini berbeda. Sulit dideskripsikan.

Mengapa ia seperti melihat Bintang yang lain? Bintang yang baru saja dikenalnya, membawa sneyum berakibat sensasi yang aneh. Mengapa senyum itu seketika melumpuhkan Sam? Mengapa senyum itu mampu memudarkan persepsi Sam tentang Bintang? Padahal hanya senyum! Senyum itu mampu membuat Samuel amnesia sesaat. Membawa Samuel ke dimensi abstrak. Samuel seperti datang dari waktu yang lama. Ia seperti telah mengenal Bintang sekian lama. Bintang yang berbeda. Bintang berpenampilan buruk namun dengan paras...

Ah!

Dan mengapa Dion yang sekarang berdebat dengan Bintang tentang baju seperti mengatakan sesuatu padanya? Semuanya terngiang-ngiang di kepala Samuel. Secara cepat.

"Bintang emang tipe cewek benci pakaian pres bodi."

"Tapi buruk,"

"I think that is good. Nice girl."

"For you, not me."

"Tapi dia tetep manis kok. Cantik. Gue jamin."

"Lo naksir dia, ya!"

"Lo nggak bisa cari cewek lain apa?"

"She is amazing. Trust me."

"Sam?" tegur Dion. Samuel menggelengkan kepalanya dengan cepat, membuyarkan lamunannya sendiri. Dion sudah sendirian, menatapnya bingung, menunggu. "Ayo."

Bintang sudah lenyap. Seketika itu juga Samuel merasa punya kebutuhan untuk menatapnya lagi. Tapi untuk apa?

Jangan-jangan...

Ah, sial! Umpatnya dalam hati.

...


@anggiiaaa

Komentar