Lempar Batu dan Jatuh Cinta
Aku menggertakkan gigi. Mulutku mencebik, tanganku mengepal, dan
kakiku mengentak. Frustasi, marah, jengkel, meletup-letup
mendorong-dorong jaringan kulitku, siap untuk meledak.
Sayangnya di sini tidak ada orang yang bisa dijadikan sasaran.
Aku
marah luar biasa, tapi aku masih waras. Aku tak mau mencari gara-gara
hanya untuk meluapkan amarah pada orang yang salah. Tapi rasa-rasanya
perasaan ini menggerogoti energiku jika aku tak kunjung berbuat sesuatu.
Serba salah.
Terpikir olehmu bahwa sahabatmu menikammu
dari belakang dan kamu tidak marah? Hal itu mungkin saja, tapi aku
bukan tipe orang kelewat sabar begitu, jika sahabatku yang mulutnya
sudah mirip spiker masjid menyuarakan hal-hal yang jelek secara sukses
dikarangnya tentang diriku kepada yang lain.
Tanganku
sampai gemetar. Aku tak bisa menahan diri untuk tidak bergerak. Andai
biang keladi itu ada di sini, bisa jadi aku akan menguburnya
hidup-hidup. Tapi sayangnya (lagi), ia tak ada di sini.
Dengan
cepat aku meraih beberapa kerikil terdekat yang secara tak sengaja
tertangkap dalam pelototan mataku. Lalu dengan iseng melemparnya dengan
brutal ke kolam air mancur taman di depanku. Bunyinya yang
plung-plung-plung sama sekali tak membuahkan hasil untuk menentramkan
hatiku, tapi setidaknya aku bisa melakukan sesuatu.
Karena
aku melemparnya dengan brutal tanpa pikiran, dua sebelum butir kerikil
terakhir aku melemparnya dengan tenaga kelewat berlebihan, saat bayangan
bisa meninju (mantan) sahabatku habis-habisan berkelebat dalam benakku,
lalu kuamini sebagai doa. Aku nyaris memekik girang ketika suara
seseorang mengaduh kesakitan.
"Aduh!!"
Sedetik,
kukira lemparanku tepat mengenai sasaran. Tapi nyatanya, karena
telingaku masih berfungsi dengan baik, suara mengadu itu suara cowok.
Bukan cewek, jenis spesies si biang keladi.
Aku cuman bisa nyengir ketika ia menatapku dengan kesal.
"Heh,
kamu! Diem di sana!" Telunjuknya menudingku tajam, berhasil membuatku
beku di tempat serta menelan ludah. Dengan langkah yang lebar-lebar ia
menghampiriku. Rupanya kekesalanku berpindah padanya sekarang.
"Kamu...," desisnya marah, telunjuknya masih menudingku.
Alih-alih
aku tak mengerti mengapa dunia berhenti berputar, jarum jam tak lagi
bergerak, jantungku berhenti berdetak, dan semua itu membuatku limbung.
Dunia seperti miring, keluar dari jalur porosnya. Saat aku menatap
matanya yang sejujurnya bersinar jenaka andaikata tidak sedang marah,
bisa kutemukan dunia lain di sana. Dunia yang di mana aku bisa merasa
bahwa, di sanalah tempatku berada.
Lututku melemas
sementara ia terus mengoceh panjang lebar. Aku setengah berharap ia
nggak tertukar lidah dengan lidah cewek (lidahnya jauh lebih tangkas dan
tajam, singkat kata, ia cerewet). Aku terpaku menatapnya, setengah
sadar karena sebagian dari diriku masih melayang di udara.
"Kok diem aja sih?" protesnya, malah mengundang senyum kagumku. Ia mengernyit. "Kok malah senyum?"
Aku
tak peduli ia menganggapku gila atau apa, tapi yang kulakukan justru
memperlebar senyumku. Aku menunduk malu, pura-pura seperti kupu-kupu
pergi hinggap pada putri malu. "Ehm, maaf kalau gitu," aku berbisik,
nyaris terdengar berbicara dengan diriku sendiri.
Ia
heran menatapku. Ia sudah terlihat benar-benar menganggapku gila. Ya aku
memang sudah gila, sejak barusan. Menggilai matanya yang indah...
Sekarang
ia pasang tampang jijik, tapi aku maju tak gentar. Terus kutatap dia
penuh kekaguman, berharap rasa yang sama akan nyasar juga pada benaknya.
Tapi tanpa kuduga ia berangsur-angsur ikut tersenyum, dan kami tertawa
bersama.
Sejak itu ia mengaku jatuh cinta dengan senyum konyolku, dan aku mengakui cintaku berawal dari matanya.
Ya,
itu dulu waktu pertama bertemu dengan suamiku sekarang, sekitar 10
tahun yang lalu. Saat itu aku tersenyum bahagia, beda dengan sekarang,
aku menepi dan meratapi, menangisi nisannya.
Suamiku
itu meninggal tertabrak motor saat lari kabur dari kejaran kamtib. Di
umur pernikahan kami di bulan ketiga, ia berubah jadi banci.
@anggiiaaa
Endingnya, sedih ya mbak meninggal. Hoby menulis cerita fiksi ya? Saya lihat, sebagian postingannya berisikan cerita fiksi..mantep ^^
BalasHapushehe, iya hobi :) makasih banyak sudah singgaaah :D
HapusCerita yang keren mbak :D
BalasHapusJangan lupa kunjungan baliknya :P
http://anggarafd.blogspot.com
hehe oke :))
Hapus