[Matahari Milikku] #4. Bingo!

Cerita Sebelumnya: #3. Siapa Lagi yang Bisa Mengamati Detail Sebegitu Banyak Kecuali Cewek yang Sedang Jatuh Cinta?


[Matahari Milikku] #4. Bingo!

“Hei, Mel!” panggilku seraya menghampiri Melody lalu duduk di sampingnya. Ini sudah jam istirahat pertama tapi aku baru masuk kelas. Tadi pagi aku hanya masuk kelas untuk meletakkan tas, setelah itu ngacir ke markas klub pecinta alam dan ngetem di sana. Akibatnya, aku izin 2 mata pelajaran.

“Hei! Gimana? Mau ada rencana naik gunung?” tanya Melody. Ia balik badan, yang awalnya menghadap pada Willy yang duduk di belakang. Aku baru sadar telah memotong pembicaraan mereka.

Aku nyengir pada Willy sebagai tanda minta maaf. Ia balas nyengir, lalu mengeluarkan ponsel. “Iya nih. Ada rencana mendaki, tapi belum jelas di mana. Soalnya masih harus melatih anggota-anggota yang baru. Pun rencana naik gunung itu setelah kita ujian nasional.”

Melody manggut-manggut.


“Oh ya, ada apa aja tadi? Ada PR?”

“Ada PR presentasi biologi. Tadi juga ada materi baru matematika. Ini nih, gue lumayan paham.” Melody mengeluarkan buku catatannya dan menerangkan kembali padaku materi matematika yang diajarkan hari ini. Ia juga menerangkan spesifikasi tugas presentasi biologi yang ternyata dikumpulkan 3 hari dari sekarang. Untungnya besok tidak ada pelajaran matematika, jadi aku meminjam buku catatan Melody untuk disalin di rumah.

Setelah memasukkan buku Melody ke dalam tas, aku menyetel Mp3. Melihat gelagat bakal dicuekin sepanjang jam istirahat Melody memutar badannya ke belakang lagi. “Lanjut, Will! Sampai mana kita tadi?”

Sayangnya, tidak ada niat bagiku untuk ikut nimbrung.

Aku mendengarkan lagu sambil memejamkan mata. Sok menikmati lagu, gitu. Terkadang aku memandang sekeliling, memandang hiruk pikuk kelas pada jam istirahat. Kakiku yang kebiasaan bergerak-gerak sendiri saat mendengarkan lagu tiba-tiba terhenti. Suara lagu yang diputar tidak masuk pendengaranku, seperti ada di dimensi lain. Konsentrasiku mendengarkan lagu, buyar. Mendadak kok aku merasa aneh.

Di luar kelas, banyak siswa yang berkerumun di dekat jendela. Mereka semua memandangi isi kelasku. Saking banyaknya, ada siswa yang nggak kebagian tempat di dekat jendela rela jinjit-jinjit atau bahkan lompat-lompat demi bisa melakukan hal yang sama. Dari tingkah laku itu, sepertinya mereka mencari sesuatu. Atau lebih tepatnya, mencari seseorang.

Aneh yang kedua. Kenapa kerumunan ini didominasi oleh cewek?

Nggak cukup melihat di jendela, ada yang mondar-mandir di depan pintu kelas sambil pasang mata tajam-tajam ke dalam kelas. Ada yang nekat berdiri di ambang pintu, melongokkan kepalanya ke dalam, mencari-mencari. Bahkan ada yang nggak tahu malu dari kelas antah berantah masuk ke dalam kelas, mondar-mandir mirip debt collector mencari sasarannya untuk nagih utang. Ketika mereka tidak menemukan seseorang yang dicari, barulah mereka bertanya pada salah satu temanku.

Ada apa sih ini? Justin Bieber pindah sekolah dan nyasar di kelas ini ya?

Sejurus kemudian, salah seorang dari kerumunan yang berbaris di dekat jendela berbicara dan menunjuk ke satu arah. Dan semua kepala yang awalnya menghadap ke isi kelas serentak menoleh. Aku menyipitkan mata. Ampun, kompak bener? Aku mulai curiga, jangan-jangan bukan Justin Bieber deh, tapi Robert Pattinson.

Seorang cowok asing masuk ke dalam kelasku. Dan, seolah ia magnet, semua mata orang-orang dalam kerumunan mengekori langkahnya. Sadarlah aku, dialah biang kelasku jadi bahan tontonan. Saat cowok itu duduk, kulihat sebagian dari kerumunan membubarkan diri. Sebagian yang lain masih diam di tempat atau menyerobot tempat terdepan yang ditinggalkan. Kini kerumunan itu cewek semua. Dan mereka semua kompak mengeluarkan ponsel. Segitu kompaknya aku curiga, jangan-jangan mereka janjian dulu.

Aku menoleh penuh minat terlebih penasaran pada cowok asing yang duduk sederet berjarak satu meja dari mejaku itu. Tapi sekarang ia membelakangiku, memandangi para cewek yang masih betah berdiri di luar kelas. Aku mencoba menggunakan nalar telepati sugesti abal-abal pada cowok itu. Menolehlah! Menolehlah!

Tak terasa lagu di Mp3 telah berganti.

One two three four!

Sepertinya acara telepatiku berhasil. Cowok itu membalikkan badannya demi meraih tasnya. Senyum melengkung di wajahnya. Ada sesuatu yang menyengat dalam diriku, memperingatkan bahwa senyum itu bukanlah senyum yang asing.

As-ta-ga.

Tidak ada alasan apapun, pada saat ku diperkenalkan
Aku bagaikan tersambar petir

Mulutku terbuka. Tepat pada satu titik di sebelahku ini. Senyumnya membidik tepat di ulu hati. Badanku mendadak panas dingin. Untuk sementara, penyakit jiwa para cewek di luar kelasku itu menular pada mataku.

Dia...!!

Cowok tipe idamanku itu, bagai ditarik ke tempat ini
Begitu cepat tanpa, kusadari

Mungkin ada peringatan di alam bawah sadarnya, cewek bangku sebelah sedang memandanginya. Untuk itu tanpa diduga, cowok itu menengadahkan wajah, me-na-tap-ku, dan tersenyum sekilas. Mungkin bagi cewek gampang GR pasti menyangka, “iiih dia senyumin gue”. Tapi bagi cewek normal dan waras yang tahu betul manusia pasti memijak tanah (ya iyalah), mengindikasikan bahwa senyum itu adalah senyum sapa. Senyum perkenalan.

Tapi kok, aku... dia...

Saat mata bertemu, dada berdegup kencang
Di dalam hati ini, tanpa sadar kuberteriak
I’m loving you!

Cowok keren di Kafe Fortune Cookie!

Bingo! Bingo!
Akhirnya kita berjumpa lagi
Bingo! Bingo!
Tuk pertama kali akhirnya kusadari
Bingo! Bingo!
Sampai saat ini tak menoleh
Untungnya aku, terus menunggu
Takdir pun berpihak padaku
Love, love me do!

Entah kenapa cowok itu punya kekuatan kontak batin yang kuat dengan Mp3-ku. Lagunya selalu pas. Kemarin Koisuru Fortune Cookie, sekarang Bingo! Apa kita benar-benar jo...

Eh. Kalau begitu dia bukan jodoh denganku dong. Yang punya kontak batin dengan dia kan Mp3 ini. Berarti dia berjodoh ama Mp3 ini dong!

Konyol.

Omong-omong soal jodoh, aku teringat kertas yang kudapat saat memakan fortune cookie di KFC kemarin. Isinya kan...

Astaga...

Keberadaannya yang tiba-tiba juga di tempat yang tak diduga membuatku berpikir. Karena selain dia pakai seragam yang sama, sekarang ia mengajak ngobrol Erika, cewek yang duduk di belakangnya. Dan karena tasnya ada di sana bahkan sebelum ia kulihat hari ini, itu artinya, dia anak baru. Di kelas ini.
Aku menelan ludah dengan susah payah. Kebetulan yang amat mengejutkan. Kata orang, nggak ada yang namanya kebetulan. Semua udah direncanain oleh Tuhan.

Apa itu artinya...

Plis Kinal, tekan imajinasimu!

Kriiiiing!!!

Bel masuk menjerit-jerit. Aku segera melepas earphone dan mematikan Mp3. Sambil terus mengobrol dengan Willy, Melody mengeluarkan buku bahasa Indonesianya. Aku melakukan hal yang sama.
Aku berbalik setelah mengambil buku di tas, seseorang telah menyetrum jantungku. Entah kapan atau bagaimana, tahu-tahu saja muka cowok itu sudah di depanku!
Tubuhku menegang. Apa-apaan ini? Respon yang membingungkan.

“Kinal!”

Aku berharap kedatangannya ke bangkuku untuk mengajak kenalan. Kan aku belum tahu namanya. Biar aku nggak perlu ribet menyebutnya Cowok KFC.

Sesuatu menepuk-nepuk bahuku. “Nal, Kinal?”

Deg deg deg. Aku yang berlebihan, atau jantungku, entahlah. Seiring langkahnya yang tiba-tiba dibuat slow motion  seperti di film The Matrix, jantungku acak kadul. Juga tubuhku yang nggak ada angin nggak ada hujan nggak ada motor butut lewat, jadi bergetar. Aku menelan ludah.

“KINAL!”

“AAAAHHH!!!” Aku menjerit karena kaget, lalu dengan spontan mengayunkan tanganku ke arah suara yang begitu dekat dengan telingaku.

Plook!!

“Aduuuuuhhh!!!”

“Eeeeeh??” kataku, setengah sadar. Aku menoleh. Wajah Dimas sudah merah di balik telapak tangannya.
Kalau aku merasa tidak bersalah, aku bakal menertawainya. “Ya ampun, Dimaass!!! Sori dori mori biri-biri stoberi kacang kapri!!”

Di sela tawanya, Melody berceletuk. “Lo jualan Nal?”

Tapi aku tidak mengindahkan. “Sakit ya?” tanyaku takut-takut. Sementara ternyata Cowok KFC menghampiri Ayana yang duduk di belakang Dimas. Ia hanya melihatku dan Dimas sekilas, tidak ikut tertawa karena nggak melihat secara langsung aksi penggebukan salah alamat olehku terhadap Dimas.

Dimas meringis dan mengusap wajahnya. “Nggak kok, Nal! Nggak sakit!! Palingan hidung gue masuk ke dalem nih!”

“Jadi pesek dong lo?”

“Huahahahaha!!!” Dengan seru Melody dan Willy tertawa. Dimas menatapku malas, menganggap ocehanku tidak lucu. Aku mengacungkan jari membentuk huruf V.

“Ampun deh, Dim! Oya, lo ada apa manggil gue?”

“Nggak jadi deh!”

“Ya elah segitu marahnya?”

Dimas diam sebentar baru melanjutkan. “Nanya jawaban PR Fisika nomor 8. Gue ragu-ragu soalnya.”

“Oke!” kataku senang sambil mengacungkan jempol. Aku mengambil buku yang diminta dan memberitahu jawabanku. Ternyata sama jawaban, tapi beda cara.

Aku berbalik badan sembari selesai dengan Dimas. Saat itu tiba-tiba seorang mencungul di depanku, membuatku sedikit kaget.

Aku menengadahkan wajah. Oh, kapan ada hujan lalu muncul sinar matahari, sehingga air hujan dan sinar bercampur dan membias? Kenapa ada pelangi di depanku?

“Hai,” sapa cowok itu sambil tersenyum ramah.

Sialnya senyumku kaku sekali. “Hai.”

“Gue kok belum lihat lo ya dari jam pertama ini?” tanyanya.

“Iya, gue baru dateng. Jam pertama tadi ada eskul.”

“Oh.”

“Biasa orang sibuk, jadwal padat.”

Cowok itu tertawa dan aku memandangi lesung pipitnya.

“Oya, gue anak baru di sini. Kenalin ya.” Ia mengulurkan tangan. Aku menyambutnya, dan saat itu juga ia membuat sengatan listrik menjalar ke seluruh tubuhku.

“Nama lo?”

Ini sih vitamin B3. Benar-Benar Bingo.

“Kinal.”


“Dicky.”

@anggianab #CerbungKinal Project

Cerita Selanjutnya: [Matahari Milikku] #5. Dicky (dan) Mela

Komentar