[Matahari Milikku] #1. Capailah Puncak, Temukan Matahari
“Arya, kamu lebih suka mana? Matahari terbit atau
matahari terbenam?”
Arya
menoleh, menatapku. Tatapannya yang bingung berangsur-angsur berubah seperti
menyimpan sesuatu. Selama belum ada kata yang keluar dari mulutnya, aku
bergeming, mencoba menelusuri matanya agar aku tahu jawabannya sebelum ia
mengatakannya.
Tapi
ternyata aku kalah cepat. Sejurus kemudian ia tersenyum. “Matahari terbit.”
Sorot
mataku ingin tahu. “Mengapa?”
Arya
memalingkan wajahnya, menatap ke depan. Pada matahari sore. “Matahari terbit
kan sebagai awal dari sebuah hari. Aktivitas normal manusia kan dimulai dari
matahari terbit sampai ia meredup. Kalau matahari terbenam, seolah-olah
semuanya ikut hilang.”
Aku
mengernyit. “Klise. Kelihatan banget kalau dibuat-buat.”
Arya
tertawa. “Memang. Tapi serius, aku lebih suka matahari terbit daripada matahari
terbenam. Meski bikin gerah, rasanya sinarnya itu memercikan semangat.”
Aku
berjengit, memincingkan mata. Respon Arya, kelihatannya ia tersinggung. Air
mukanya berubah serius. Kelewat serius malah.
“Beneran,
Kun. Aku lebih suka matahari terbit daripada matahari terbenam,” ulangnya lagi.
“Cuman, aku belum tahu apa alasannya.”
“Bikin
penasaran.”
“Gimana
kalau tugas itu aku limpahkan ke kamu?” Arya nyengir dan matanya bersinar
nakal. “Kamu yang cari tahu alasan kenapa aku lebih suka matahari terbit...”
Aku
mendelik. “Apaan? Yang suka siapa, yang suruh cari tahu siapa...”
“Kan
kamu yang nanya. Kamu yang penasaran.”
“Memang
kamu nggak penasaran?”
Arya
mengatupkan kedua bibirnya. Agak lama ia berpikir. “Sebenarnya. Tapi masih
banyak hal yang lebih penting dilakukan daripada mencari tahu hal kayak
begituan...”
Aku
mendengus. Perkataannya seolah-olah menyepelekan pertanyaanku. Eh, tapi memang
sepele kan?
Arya
nyengir. “Bisa kan, Kun?”
“Memang
kalau aku yang cari tahu, trus aku udah nemu jawabannya, apa jawaban itu
berlaku juga buat kamu? Kalau yang aku temuin itu ternyata jawaban yang dibuat
dari pandanganku pribadi, bagaimana?”
“Pasti
berlaku kok.”
“Sok
tahu.”
Arya
tidak menjawab. Ia beranjak berdiri dan memasukkan kedua tangannya ke dalam
saku celananya. “Kun. Temukan jawabannya sebelum aku nggak lagi sama kamu...”
Dahiku
mengerut tajam. “Maksud kamu?”
“People changes, right?” tanyanya.
Aku
menghela napas panjang, kehabisan kata-kata.Sudah berapa kali kami bicara soal
perpisahan? Saking seringnya, lidahku kebas untuk bisa menjawab pertanyaan
monoton itu.
“Dengan
cara apa?” Oke, ini konyol. Seharusnya aku bisa waras sedikit. Argumen Arya
tadi ada benarnya. Untuk apa aku mencari alasan mengapa ia menyukai matahari
terbit? Seperti tidak ada kerjaan yang lebih penting saja.
“Apa
kamu perlu pergi ke Jepang? Jepang kan negara matahari terbit,” Arya cekikikan
sendiri. “Oh, ya, cita-citamu kan jadi pendaki gunung,” Masih berdiri, Arya
membalikkan badan dan menunduk untuk bisa menatapku. “Capailah puncak, temukan
matahari.”
***
Jika sedang sedih, manusia sukar berpikir rasional.
Kepalaku berat. Tiga jam lamanya aku tidak pindah tempat maupun berpindah
aktivitas. Saking lamanya, aku tidak tahu bulir air yang membasahi pipiku ini
bulir air mata ke berapa.
Beberapa
hari ini juga aku susah tidur. Jika manusia normal tidur setidaknya delapan
jam, aku bahkan tidak sampai setengahnya. Hal itu gampang membuatku melamun.
Lalu menangis. Begitu terus. Aku berharap salah satu memori otakku yang
menyimpan kenangan itu rusak segera.
Sudah
lama Arya menghilangkan jejaknya. Sehari setelah ia mengikrarkan perpisahan, ia
hilang, seperti menumpang pada ufo yang tidak sengaja lewat. Konyol memang. Tak
dapat kutemukan tempat di mana ia bersembunyi.
Hari
ini tema melamun Kinal adalah tentang permintaan Arya. Tentang alasan ia
menyukai matahari terbit. Bodoh memang, pikirku kala itu. Tapi sekarang setelah
ia hilang, semua berbalik arah. Sesuatu yang ditinggalkan orang yang
kausayangi, yang awalnya sepele sekarang terasa begitu berharga.
Aku
pun begitu. Setelah bolak-balik memikirkan permintaan itu, kutemukan diriku yang
menuruti keinginannya. Seolah dengan begitu, ia akan kembali.
Ah...
Aku bangkit dan duduk. Aku tidak bisa selamanya seperti ini. Aku harus mawas
dan waras. Banyak sekali waktu terbuang percuma. Yap, sudah diputuskan. Hari
ini aku harus bisa berubah. Tidak lagi menemukan Arya dalam ingatanku.
Tanganku
menggapai tombol on pada pemutar musik di atas meja samping tempat tidur.
Keluar bunyi “lalala”. JKT48, Boku no Taiyou.
Aku
menoleh ke sisi lainnya. Astaga, jadi dari semalam tirai kamarku terbuka? Ada niat
untuk menutupnya, tapi kuurungkan. Ketika kulihat sesuatu yang bersinar
menyembul dari atap rumah depan yang tinggi.
Matahari
terbit.
Lalala lalala lalala lalala
Sekarang kaulah
Sang matahariku...
***
Sebelum melompat keluar bis, aku melambai sekilas pada
kondektur langgananku, Mang Isal. Ia hanya tersenyum.
Aku
memandang sekeliling. Agak aneh, pagi ini rada mendung. Ruas jalan dipenuhi
pepohonan tinggi kanan kiri, daunnya yang lebat bersatu menaungi jalanan bak
kanopi. Mungkin karena matahari sepertinya belum siap memamerkan sinarnya, jadi
harus bersembunyi di balik aw...
Brak!
Aku
jatuh saat sebelumnya limbung karena bahuku ditabrak. Bersama dengan itu
kulihat buku seperti agenda tebal bersampul dari kulit ikut jatuh. Aku
memungutnya saat seseorang mengambil lenganku dan menarikku hingga berdiri.
Alih-alih
otakku copot dari tempatnya. Mulutku setengah terbuka. Tiba-tiba saja seseorang
itu mengambil buku agenda di tanganku, mengucap terima kasih dan maaf, lalu
pergi. Beberapa saat telingaku menangkap suara langkahnya yang menjauh, aku
baru tersadar.
Aku
balik badan cepat-cepat. Ternyata cowok, dan dia sudah di ujung jalan. Tidak
perlu bertanya pada banyak orang apakah aku mampu mengejar cowok yang sedang
tergesa itu. Rupa wajahnya saja aku tidak tahu, yang dapat kutangkap, ia
mengenakan kemeja flannel tebal kotak-kotak hijau toska.
Aku
kecewa. Ketika cowok itu menghilang barulah muncul tekad aku harus mengejarnya.
Tapi aku tidak punya waktu. Kurang dari 10 menit, bel sekolah menjerit-jerit.
Hanya
satu alasan mengapa aku merasa wajib bertemu cowok itu lagi. Karena sampul buku
agendanya... yang...
gimana kelanjutannya?
BalasHapuskeren bngt nh :3
silahkan klik link di paling bawah cerita :)
HapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapus