Anak Durhaka

“Cepat! Serahkan semua yang kau punya!!” Anak itu membentak keras. Urat nadinya sampai terlihat di kedua pelipisnya menandakan ia marah beneran. Tangannya menuding-nuding tajam kepada wanita paruh baya yang tampak ketakutan meringkuk di sudut ruangan.

Dengan gemetar, wanita itu menjawab terbata-bata, “Sungguh, hanya... ha... nya... a... it... i...tu... u yang kupu... punya...”

Anak itu makin naik darah. Dadanya panas dan kepalanya mendidih. Dikibaskannya tangan dengan malas. “Halah, alasan saja! Sudah jangan banyak bacot, cepat serahkan! Aku tahu kau punya banyak simpanan!”

Keringat dingin meluncur dengan deras dari kening wanita itu. Ia benar-benar ketakutan. Matanya sudah berair. Ia menatap anaknya itu dengan memohon. Putri kecilnya. Putri kecilnya yang sekarang sudah remaja. Tega-teganya ia, melupakan semua yang telah ibu berikan padanya hingga bisa tumbuh sesehat ini. Dan sekarang ia malah menuntut lebih. Apa sih yang ada dipikirannya?

Kecilnya dulu ia menutut untuk dimengerti. Tapi sekarang, giliran ibunya meminta pengertian, secuil saja, ia tak sudi. Dalam hati wanita itu memohon pada Tuhan, agar dibukakan pintu maaf untuk anaknya jika kelak ia sudah sadar.


Tapi kapan dia akan sadar?

“Heh! Wanita nggak guna!!” teriak sang anak lagi membuat bahu ibunya itu terguncang hebat. Benar-benar kaget. Melihatnya, tak sedikitpun perasaan menyesal. Si anak malah menatap ibunya yang meringkuk di telapak kakinya itu dengan garang. “Eeeeh, malah ngelamun lagi! Budek apa tuli sih! Gue tadi minta apa???! Cepat ambilkan! Gue butuh duit!!”

Sekarang wanita itu benar-benar menangis sekarang. Padahal ia sudah berkata jujur, tak bisa memenuhi keinginan anaknya itu karena mereka hanya punya sedikit uang. Itupun untuk makan selama beberapa hari kemudian, malah setelah itu wanita itu tak tahu lagi dapat uang dari mana.

Dan sekarang anaknya itu berniat menghabiskannya dalam satu hari saja untuk benda yang sama sekali tak berguna!

Meski sakit hati, tak urung wanita itu rada emosi. Tapi yang sedang melototinya sekarang adalah putrinya sendiri. Gadis yang keluar dari rahimnya sendiri. Dirawatnya dengan penuh perjuangan selama 9 bulan. Dibisikkannya doa-doa dan harapan tiap malamnya. Diikutsertakannya namanya saat ia memanjatkan doa pada Yang Maha Kuasa.

Dan sekarang ini semua hasilnya. Adilkah ini?

“Eeeehhh, begoooooo lo melodrama banget sih??! Pake acara akting segala lagi! Kalo mo jadi artis, sana ikutan! Di sini bukan sinetron gila, lo bisa mikir nggak sih??” Si anak membentak lagi.

Sementara itu, seorang tetangga yang hendak pergi ke warung, melintas di depan rumah si wanita yang malang. Langkahnya terhenti dan bahunya tersentak ketika mendengar bentakan yang amat sangat tidak diajarkan untuk dikatakan pada siapapun. Mengetahui isi rumah itu sehari-harinya hanya berisi ibu dan anak, sang tetangga berfirasat, anak itu menghardik ibunya sendiri.

Bagai petir di siang bolong, semua itu membuat si tetangga kaget luar biasa. Anak perempuan yang tinggal di rumah ini dikenalnya sangat baik budiman. Anak itu sangat patuh pada ibunya, terlebih saat ayahnya telah tiada.

Lalu, apa maksud semua ini??

Kepo, si tetangga mengendap-endap masuk ke dalam rumah. Mulai bersembunyi di balik kursi, hingga pot tanaman, sang tetangga sampai pada jendela rumah yang sederhana itu.

Dilihatnya dengan kedua mata sendiri bahwa si anak perempuan yang dikenalnya itu menuding ibunya dengan tajam. Si ibu memeluk dirinya sendiri, mukanya bermandikan keringat bercampur air mata. Benar-benar tidak berdaya di dalam kekuasaan si anak durhaka.

Apa-apaan ini?? Tega-teganya anak itu! geram si tetangga.

Maka dengan tekad yang kuat si tetangga berjalan menuju ambang pintu yang terbuka. Saat ia sudah membuka mulut, bersiap mengeluarkan caci maki dan menghentikan aksi si anak durhaka, di saat yang bersamaan si anak juga membuka mulut sambil menegaskan tudingan tangannya. Tapi saat membuka mulut, taka da satupun kata yang keluar
.
Si anak bersikap kikuk, lalu mengenyit sebentar. Kemudian si anak nyengir lebar, diikuti dengan putaran bola mata bosan dari ibunya. Si tetangga melotot, ternganga, bengong di tempat.

“Aduh, maaf, Ma. Kayaknya aku lupa naskah lagi deh!” ucap anak itu sambil garuk-garuk kepala.

“Kamu ini gimana. Mana naskahnya, dihafalkan betul-betul!” jawab ibunya, beranjak berdiri.

“Lho??” tanpa sengaja si tetangga mengeluarkan suara karena keterkejutannya sama sekali tak bisa ditahan.

“Lho ada Budhe Sri. Ada apa Budhe datang kemari?” tanya si ibu dengan ramah lalu dengan gerakan tangan menyuruh Budhe Sri untu duduk di sofa ruang tamu.

Budhe Sri nyengir kaku, belum bisa menyembunyikan keheranannya. “Enggak tadi saya mau ke warung, lewat sini kok dengar ada yang rebut-ribut...”


“Oooooh ituuuuu!!!” potong si ibu dengan cepat. Wajahnya cerah dan tersenyum sumringah, berbeda sekali dengan beberapa saat sebelumnya. “Itu... ini, si Sasha dapat peran utama dalam lomba drama se-kota. Jadi dia latihan gitu sama saya.”


Komentar

  1. udah tegang padahal nih bacanya ternyata hanya drama yah -__-

    BalasHapus
    Balasan
    1. kejutaaaan!! Hihi, terima kasih banyak sudah singgah :)

      Hapus

Posting Komentar