Secret Admirer: My Mysterious Man 6
“Cindy
korban broken home. Semuanya terjadi
gara-gara ayahnya tertangkap basah selingkuh. Ibunya gelap mata hingga suaminya
sendiri di bunuh setelah 2 bulan putusan cerai dan suaminya itu menikah dengan
selingkuhannya dan istrinya mengandung. Rumah tangga itu berakhir dengan cara
mengenaskan, ayah Cindy meninggal akibat dibunuh ibunya sendiri, sedangkan
ibunya masuk buih dengan masa kurungan seumur hidup. Ibunya pun sejak saat itu
terkena gangguan jiwa.
“Cindy waktu itu masih kecil. Masa kecilnya yang emang pada awalnya kelam karena ibu-ayahnya nggak pernah rukun ditambah ibunya membunuh ayahnya secara sadis di depan matanya sendiri. Cindy jadi kena gangguan mental.
“Cindy waktu itu masih kecil. Masa kecilnya yang emang pada awalnya kelam karena ibu-ayahnya nggak pernah rukun ditambah ibunya membunuh ayahnya secara sadis di depan matanya sendiri. Cindy jadi kena gangguan mental.
“Sejak saat itu sampai sekarang ia dirawat Ommanya. Hingga saat ia remaja, ia bertekad nggak akan bernasib sama dengan ibunya. Jika ia punya cowok, dia akan seberusaha mungkin agar cowok itu nggak selingkuh, nggak akan melakukan tabiat yang sama dengan ayahnya.
“Aku ketemu Cindy di kelas 3 SMP. Trus kami pacaran. Dengan awal tekad seperti itu, semua teman cewekku jadi pada kabur. Aku bahkan sampe nggak punya temen lagi. Berkali-kali kita berantem, tapi karena ia yang selalu ngotot dan ngancem buat bunuh semua orang yang aku sayang jika aku mutusin dia---melihat dia udah berhasil bunuh siapapun---aku jadi nurut hingga 2 tahun lamanya. Dia udah sempet jadi buronan tapi Ommanya selalu punya cara agar Cindy bebas hukuman penjara. Ommanya sudah berulang-ulang bawa dia ke psikiater, tapi percuma. Bahkan Cindy punya dokter sendiri”
“Mungkin dia terobsesi banget sama kamu,” kataku.
“Entah. Yang jelas hubungan seperti
itu benar-benar salah. Pacaran bukannya dua-duanya sama bahagia? Sedangkan
hubungan kami, buat semua orang resah termasuk aku. Aku jadi dikasihani.
“Itu jadi membuatku tertekan dan
tertutup. Kamu tau, dari kecil sebenernya aku deket banget sama Budhe. Hingga
sejak ketemu Cindy, aku jadi tertutup sama siapapun. Cuek sama siapapun, tak
terkecuali keluargaku sendiri.
“Keluargaku sendiri sudah
mengupayakan agar bisa misahin aku sama Cindy, tapi lagi-lagi, Ommanya Cindy
selalu punya cara.”
Aku menatapnya iba.
Lalu ia memandangku, tersenyum
lemah.
“Aku minta maaf,” kataku seraya menunduk.
“Untuk apa?”
“Karena buat kamu jadi terluka gini.”
“Ashilla, kamu nyelametin aku.”
Aku memandangnya tak mengerti.
“Setelah kejadian ini diketahui
keluargaku, Budhe telepon tentang perkembangan Cindy. Akhirnya Omma menyerah
dan membiarkan polisi membekuk Cindy. Menurut beliau,Cindy benar-benar sudah di
luar batas. Ia sudah berani coba bunuh aku.”
“Apa hubungannya sama aku?”
“Kalo nggak ada kamu, aku mana
mungkin bebas dari Cindy,” katanya dengan nada senang.
Aku diam saja, memilih untuk
menjawab. Namun aku turut bahagia jika ia merasa seperti itu.
Aku memilih untuk bicara saat sudah
lama suasana hening. “Jadi kamu...,” kata-kataku menggantung. “Masih cinta
Cindy?”
Dwiky tergelak. Ia tertawa geli.
“Nggak mungkin lah! Cintaku sama dia
sudah lama mati, Ashilla.”
Aku diam lagi, tertunduk.
“Jadi...,” katanya. Aku menoleh. “Menurutmu
aku orangnya... tertutup?”
“Banget!” kataku dengan nada
jengkel. Ia terkekeh.
“Oya?”
“Iya!” aku jadi berapi-api. “Yang
kutau dari kamu itu cuman kamu anak SMA 77, suka pake jaket warna merah. Sudah
itu saja.”
“Wah kamu merhatiin aku,” canda
Dwiky. Aku tertegun. Wajahku merah padam.
Hening.
“Jadi aku nih yang menag?” katanya.
“Menang apaan?”
“Kamu bener-bener nggak tau aku?”
“Enggak!”
“Yakin?”
“Iya!”
“Aku tau kamu. Tau banyak.”
Aku berhenti bernapas. “Maksudnya?”
Ia menatapku, tersenyum. Tapi
matanya serius. “Ashilla Alvinnisa, sejak SMP tinggal jauh dari orang tua. Dulu
siswa SMP 15 dengan pulang pergi naik bus. Dia suka warna biru dongker, hobinya
menggambar, dia nggak bisa renang. Dia phobia kadal, suka lagu-lagu klasik
terutama dari Bethoven, pokoknya yang asyik nemenin dia kalo lagi ngegambar. Makanan
kesukaannya pempek Palembang, tapi gudeg Jogja paling jawara, katanya. Lahir
tanggal 20 November di Jogja. Ayah ibunya pengelola rumah industry alas kaki.
Punya dua kakak, kakak yang pertama bernama Arisqa Melinda, satunya Fahmi Dirga
Syahputra. Sekarang Ashilla sekolah di SMA 97 kelas XI IPA 3.” Dwiky melafalkan
dengan lancar jaya abadi sentosa. Aku ternganga.
“Hah? Darimana kamu tau??”
Dwiky tertawa kecil. “Aku penggemar
rahasia dan setiamu sejak kelas 1 SMP.”
“Kok bisa??” kataku masih tak
percaya.
“Bisa ajalah. Kita satu bus tiap
hari. Tiap pagi, aku selalu nunggu bus yang biasa kamu tumpangi. Kalau aku
telat, aku lari-lari ngejar itu bus. SMP-ku dulu pulangnya lebih awal dari
SMP-mu, dengan gitu aku harus nunggu kamu di halte deket sekolahmu untuk bisa
ngeliat kamu.”
Aku ternganga. Ia ngakak. “Itu belom
seberapa kali, La.”
“Kamu nggak peka banget sih, kalo
aku ‘nganter pulang-pergi’ kamu tiap hari. Tapi aku pernah lho berhenti nge-stalk kamu selama 1 bulan.”
“Kenapa?” tanyaku langsung, spontan.
“Abis sejak itu, kamu pulang pergi
nggak sendiri lagi. Kamu ditemenin cowok.”
Aku menelan ludah. Jantungku jadi
kacau.
“Kalo nggak salah, namanya...,” mata
Dwiky menerawang. “Ghani Prasetya. Anak SMP 15 juga. Cuman dia waktu itu kelas
VIII-C. Kamu kan VIII-A.”
Ampun. Hafal sekali dia.
“Udah nggak digubris, eh kena patah
hati. Sumpah kamu jahat banget, La.”
Sekarang aku yang ngakak.
“Yee, udah tau salah malah ngakak.
“Trus aku berhenti nge-stalk kamu sejak ketemu Cindy. Sampai pernah
nggak naik bus kira-kira 4-5 bulan. Pas pertama kali naik bus lagi, aku nggak
nyangka bakalan ketemu lagi di bus. Dengan keadaan kacau lagi. Hidung merah,
mata sembab. Aku jadi agak khawatir waktu itu.
“Pas sampe di sekolah, aku baru
nyadar kenapa kamu nggak sama cowok yang namanya Ghani itu. Aku mikir mungkin
kamu udah putus. Marahku jadi ilang,” katanya sambil tersenyum lebar.
“Oya, kenapa waktu itu kamu keliatan
marah?”
“Cindy,” katanya lemas. “Ia buat
ulah. Tapi nggak penting buat dibahas,” ia tersenyum lebar lagi.
Hening.
“Jadi... kamu udah tau aku dari dulu?”
tanyaku.
“Tepatnya jadi penggemarmu lima
tahun yang lalu sampe sekarang,” katanya bangga.
Aku nggak sanggup ngomong apa-apa
lagi. Speechless.
“Oya. Pas tau kamu di Jogja, dan
Cindy juga bergerak ke Jogja, aku nyari alamat rumah Jogja-mu. Aku ke kosanmu.
Kok nggak dikunci ya?”
“Hah?? Yang bener?” kataku. Aku
sampai terlonjak.
“Iya bener. Makanya aku nggak sengaja
buka pintu dan... masuk.”
Hening.
“Kosanmu banyak gambarnya ya. Kamu
pinter banget gambar.”
Aku terenyak. Lalu berteriak dengan
suara melengking. “Dwikyyyyyyyyy!!!!” kataku mencoba meraih tangannya untuk
jadi sasaran empuk cubitan maut. Wajahku merah padam.
“Eh, jadi bener itu gambarku?”
katanya lalu ngakak sambil berusaha menghindar.
Gila! Mau taruh mana mukaku
sekarang?
“Jadi tajuk ceritanya sekarang “Secret
Admirer of Secret Admirer.””
“Dwiky!” kataku sambil mendelik. Dia
ngakak lagi.
Ketika kebahagiaan menghampirimu
setelah hasil juangmu untuk mendapatkannya, rasanya akan terasa manis sekali dibanding
kau mendapatkannya dengan cara instan. Tak ada yang dikenang. Tak ada yang
dibanggakan. Tak ada rasa puas yang sampai puncak.
Ketika kau merasa doamu tak
didengar, sesungguhnya, segala doa yang dilontarkan manusia selalu didengar
oleh Tuhan. Tuhan punya cara sendiri buatmu bahagia. Mungkin doamu itu
bertujuan untuk membuatmu senang, tapi menurut Tuhan, kamu lebih bahagia dengan
cara-Nya. Doamu boleh saja tak terwujud, tapi siapa tau kebahagian yang tak
kausangka akan datang menghampirimu?
Atau bisa juga dengan cara, Tuhan
akan menunda mengabulkan doamu. Tuhan ingin kau menghadapi apa yang sedang ada
di depanmu, dan menyelesaikannya. Jadi jangan pernah bilang bahwa Tuhan tak
pernah sayang padamu. Tuhan Maha Pemaaf dan Maha Penyayang.
“Ashilla?”
“Ya?”
“Kamu mau nggak, mengisi
lembaran-lembaran hidup selanjutnya bersama-sama dengan aku? Membuat apa yang
masing-masing kita rasakan memiliki rasa tersendiri dan rasa saling memiliki,
melindungi, berkorban. Bolehkah aku menciptakan segala rasa yang paling indah
yang mungkin belum kamu rasakan?”
Tuhan selalu punya jawaban.
Aku menatapnya tersenyum. “Asal kamu
bolehin aku menjadikan kamu objek lukisanku tiap hari.”
Dia ngakak.
Tuhan punya cara sendiri buatmu
bahagia.
@anggiiaaa
Komentar
Posting Komentar