[Matahari Milikku] #15. Heavy Rotation
Cerita Sebelumnya: [Matahari Milikku] #14. Filosofi Lem Besi
Esoknya, begitu memasuki area sekolah aku sudah
disuguhi pemandangan banyak spanduk sana-sini. Lapangan basket begitu riuh dan
semarak. Dan banyak siswa yang memakai blazer biru sedang wara-wiri. Itu pasti
anggota OSIS.
Aku masuk kelasku yang ternyata sudah banyak orang.
Aku sengaja memelankan langkahku. Sialnya, hal itu membuatku harus bertegur
sapa dengan Dicky lewat mata. Aku berusaha bersikap normal.
Tapi ternyata ia juga menyapa lewat kata. “Pagi,
Nal.”
Aku tersenyum tipis. Sengatan itu membuatku sedikit
bergetar. “Pagi.”
“Ini lomba buat event
kota itu?” tanyaku ketika sampai pada Melody.
“Iya.”
Aku manggut-manggut. “Kelas kita ikutan event ini?”
“Ikutan.”
“Cover dance?”
tanyaku sedikit kaget.
“Oh, enggak. Kelas kita cuman ikutan cosplay.”
“Siapa?”
“Ada Daniel, Jeje, Sonya, Farah. Mereka aja sih.
Bukannya kemarin udah diumumin di kelas? Lo ke mana aja?” tanya Melody heran,
tapi pertanyaannya kemudian dijawab sendiri. Ia tersenyum maklum. “Oooh...”
Aku meringis. Saking seriusnya ngelamun soal
cinta-cintaan bareng Dicky dan Mela, pengumuman semacam ini nggak masuk dalam
telingaku. Atau jangan-jangan hal-hal yang berhubungan dengan pelajaran juga
luput dari pandangan dan pendengaranku??
“Kayaknya hari ini nggak ada pelajaran,” sahut
Dimas.
“Kelihatan, kali. Ada cover dance pasti ada musik. Nggak mungkin ada pelajaran,” jawab
Willy.
“Berarti hari ini kita bebas?”
“Kayaknya.”
“OKEEE! SELAMAT PAGI SEMUA!!!” Teriak seseorang yang
disambut jawaban serentak. Kelihatannya acara sudah dimulai. Seisi kelas
langsung berebut keluar. Sementara kami berempat pakai acara lempar tatapan
dulu baru keluar.
Yang jadi emsi acara ini ternyata Viny. Dia anak
OSIS juga. Begitu sampai di pinggir lapangan, kulihat pengurus OSIS nggak lagi
mondar-mandir seperti tadi. Semua sudah stand
by di bagian masing-masing. Kulihat Beby–yang kata Mela sebagai ketua
panitia–berdiri dekat belakang panggung sambil memegang handy talky.
“Sampai juga kita pada acara yang ditunggu-tunggu!”
sambut Viny. “Seperti yang sudah kami terangkan di pamflet, acara ini digelar
untuk, istilahnya memfilter teman-teman di sini untuk mewakili sekolah pada event bertema sama yang akan diadakan di
kota!”
“Ada dua lomba. Pertama cosplay, yang artinya peserta memakai kostum sesuai tema. Karena
temanya Jepang, dan negara matahari terbit itu terkenal dengan anime-nya, jadi cosplay kali ini adalah lomba memakai
kostum anime-anime yang ada di Jepang.
“Lomba yang kedua adalah cover dance. Bisa tradisional Jepang maupun modern. Sampai pendaftaran
ditutup dua hari yang lalu, ternyata kebanyakan pada milih yang modern,” Suara
Viny turun namun kemudian langsung naik lagi seperti layangan yang sejenak
kehilangan angin. “Tapi nggak papa, yang penting pasti seru!
“Udah nggak sabar kan ngelihat aksi teman-teman kita
di event ini??”
Lapangan basket seketika ricuh.
“Oke langsung aja kita ke lomba pertama, yaitu cosplay. Peserta akan dipanggil sesuai
urutan kelas, memperlihatkan kostum mereka pada para juri. Setelah semua
selesai dipanggil, peserta boleh berjejer atau berkeliaran di seantero sekolah.
Jadi teman-teman yang lain bisa minta foto!
“Oke, siap ya! Langsung aja kelas pertama, datang
dari kelas X-1!!!”
***
Acara pemanggilan peserta cosplay di depan juri selesai dalam waktu kurang lebih satu jam.
Seperti yang Viny bilang, setelahnya peserta boleh ngapain aja. Dan banyak di
antara mereka memilih berjejer untuk dilihat-lihat seperti manekin dan dimintai
foto.
Aku melakukan tur melihat peserta cosplay bersama Ayana dan Melody.
Berikut ini beberapa peserta yang kami aja ngobrol:
1.
Kamen Rider.
“Pasti Ghaida kan?” tanyaku sambil menunjuk pada
peserta yang memakai kostum Kamen Rider.
Tanpa suara Si Kamen Rider mengangguk.
“Kemon kemon Kamen Rider!!!” kataku bersenandung
dengan huruf “e” khas orang Batak, lengkap dengan gerakan hendak menangkis
lawan.
Melody mencolek bahuku. “Bukannya itu lagunya Power
Ranger? C’mon c’mon Power Ranger!”
katanya sambil mengulangi nyanyianku.
Aku nyengir. “Fotoin gue ama Kamen Ghaida ya!”
Cklik! Cklik!
2.
Detective Conan.
“Nggak pantes banget lo jadi Detective Conan!” sahut
Ayana pada temannya yang mewakili kelas XII IPS 3.
Cowok itu nyengir.
“Eh gue minta foto ya? Detective Conan kartun
paporit gue!”
“Oke,” jawabnya.
“Lo punya kacamata kayak gitu lagi?” tanyaku sambil
menunjuk kacamata besar yang dipakainya.
“Oh ada,” katanya merogoh saku dan menyerahkan
kacamata itu padaku.
Aku memakainya lalu sok bergaya sedikit. “Gimana?
Kalo gue kacamataan begini di DC mirip siapa? Jodie Saintemillion, agen FBI
yang nyamar jadi guru bahasa Inggris?” kataku percaya diri.
Melody menggeleng. “Nggak! Lo lebih mirip Profesor
Agasa!”
“Huahahaha!!”
Cklik! Cklik!
3. Konan.
“Konan, satu-satunya anggota Akatsuki perempuan,”
kataku dramatis pada Sonya yang memakai kostum jubah hitam bergambar awan merah
khas Akatsuki, organisasi pemburu biju di serial Naruto.
Sonya tertawa. Wig biru pendeknya bergoyang-goyang.
“Mau gue tunjukin jurus kertas gue?” katanya lalu memasang aksi.
Cklik! Cklik!
4.
Samurai X.
“Je, kok lo meranin tokoh cowok sih??” protes Melody
pada Jeje yang sibuk bergaya.
Jeje tampil eksentrik. Dengan kostum khas Kenshin
Himura, wig panjang warna merah, lengkap dengan bekas luka huruf X besar-besar
di pipi.
Jeje tertawa keras. “Tapi rambutnya panjang kan?
Jadi nggak masalah, huhehuhe.”
5. Tokyo Mew Mew
Alamode
Yang memerankan adalah Farah, teman sekelas kami.
Dia jadi Berry Shirayuki, salah satu anggota Tokyo Mew Mew. Ia mengenakan wig
panjang berwarna kuning, dan kostum rok ekor dan kuping kelinci, benar-benar
khas Mew Mew Berry.
“Gimana? Mirip? Atau cantikan gue? Huehehehe.”
6.
Narto eeh Naruto
maksudnya.
“Waaah Naruto!!” pekikku pada Daniel. Daniel
langsung pasang pose menjanjikan. Ia mengenakan wig jabrik kuning khas Naruto,
kalo Daniel yang make lebih mirip kulit buah duren yang disalahgunakan jadi
topi. Tak lupa memakai ikat kepala berlogo desa Konohagakure. Kostum yang
dipakai Daniel Naruto yang sudah dewasa alias Naruto Shippuden, kombinasi warna
hitam-oranye. Kedua pipinya dicoreti spidol membentuk kumis kucing.
“Gue kasih komentar ya!!” kataku ceria. Daniel
senyam-senyum. “Elo… elo…”
Daniel ternyata menunggu komentarku yang baunya
kayaknya bakal memujinya.
“Nggak pantes jadi Naruto,” kataku dengan nada
menjatuhkan, lengkap dengan ekspresi datar. Daniel juga langsung menatapku
datar.
“Hahaha, becanda Niel! Poto doong.”
Cklik!
Nggak hanya itu, kami bertiga juga minta foto dengan
Haru dari anime Rave. Ada Dante dari Devil May Cry. Ada team dari Tekken 5,
Shigami dari Bleach, Gaara dari Naruto, ada Ultraman, ada Power Ranger merah, dan
ada juga dari Hikaru no Go.
“Halo halo!!!”
Kepala kami langsung tertoleh pada sumber suara.
Viny sudah tampil lagi di tengah lapangan.
“Kita langsung aja ke lomba selanjutnya ya! Yaknii… cover dance!!!”
Riuh tepuk tangan terdengar.
***
Nggak seperti di acara cosplay yang pemanggilan pesertanya urut dari mulai kelas 1 sampai
kelas 3, lomba cover dance ini
memakai nomor undian sebagai urutan peserta. Nyaris lebih dari setengah jam
yang lalu sudah ada 3 penampilan, dua kelas 1 dan satu kelas dua.
Setelahnya Viny berkata kalau nomor urut keempat ini
adalah sebagai pembuka penampilan anak-anak kelas tiga. Dari sekian kelas yang
ada, cuman ada lima kelas dari kelas tiga yang menampilkan cover dance. Seperti kelasku yang cuman menampilkan cosplay.
Sesudah Viny cuap-cuap di tengah lapangan, semua
anggota OSIS bersiap-siap. Di sebelah meja juri depan lapangan sebagai tempat
penampilan, dipasang pita merah dan tiang-tiang setinggi pinggang orang dewasa,
yang biasanya kamu lihat di bioskop saat mengantri tiket sebagai batas.
Tiang-tiang itu dirangkai membentuk persegi dengan untaian pita merah sebagai
pembatas. Selanjutnya terlihat dua anak OSIS cewek, menarik seorang cowok yang
kelihatannya menolak apa perintah mereka. Keherananku sampai puncak begitu tahu
yang ditarik ternyata Dicky.
Hanya beberapa detik kami memandangi Dicky berkelit
dengan dua anak OSIS itu, akhirnya muncul orang-orang yang membuat kami
penasaran. Mereka datang satu persatu dengan teratur, sepatu hak tinggi mereka menghentak-hentak.
Detik itu juga aku sudah paham maksudnya. Bahuku
melemas, tapi aku menarik Ayana dan Melody untuk berdiri paling dekat dengan
area dance itu. Lalu menyilangkan
tangan di dada, memandang sekumpulan tikus kecil itu dengan sinis.
Ternyata itu yang Mela sebut menegaskan teritori
saat kemarin aku menguping pembicaraannya. Kalau ini berlangsung secara indoor,
mungkin akan ada lampu sorot untuk Dicky. Sayangnya ini di lapangan sekolah, di
tengah matahari yang sedang getol-getolnya memoleskan sinar emasnya. Jadi yang
disebut teritori adalah pita-pita itu, dan Mela menyuruh–atau lebih tepatnya,
kayaknya menyogok–anak OSIS untuk menyeret Dicky ke dalam pita itu. Dan itu
artinya, jelas Dicky yang menjadi tujuan utama persembahannya.
Sebenarnya ia niat nge-dance untuk mewakili sekolah atau apa sih??
“Mau ngapain sih Mela?” tanyaku pura-pura nggak
tahu.
“Ya ikutan lomba inilah,” jawab Melody. Ia sendiri
agak aneh memandang Mela dan cicit-cicitnya itu.
“Buat Dicky? Bukan buat sekolah?”
“Tuuuuh kelihatan.”
Aku menatap grup Mela dengan tidak suka. Melody dan
Ayana senyam-senyum menatapku.
“Udahlah Nal. Kalau perlu, lo ikutan deh, dance ama mereka.”
Aku mendelik pada si pemilik suara, Ayana di sisi
kiriku. Lalu menggeleng cepat.
Mela dan grupnya memakai seragam rok pendek di atas
lutut sedikit, diameternya lebar. Di ujungnya ada renda juga bulu-bulu. Baju
mereka kotak-kotak hitam putih. Sebagian ada yang memakai lengan, sementara
Mela memakai baju paling ketat dan berlengan buntung, memperlihatkan pundaknya.
Riasan wajah? Nggak usah tanya deh.
Cowok-cowok di sekitar panggung pada ngiler. Kulirik
Dicky takut-takut. Ya ampun, dia malah santai lagi mainin ponselnya!
And... The show
is begin!
Mereka semua langsung menempati posisi. Satu orang,
satu stand mic. Aku curiga. Dicky
sudah memasukkan ponsel ke dalam saku. Mata Mela tak henti memandangnya.
Jreng... Jreng...
One two three
four!!!
UAPAAAAA???
I want you!
Telunjuk Mela jelas-jelas menunjuk Dicky.
I need you!I love you!
Di dalam benakku
Keras berbunyi irama nuchiiku
Heavy rotation!
Keras berbunyi irama nuchiiku
Heavy rotation!
Asli, aku kaget! Ya ampun Melaaaa, dia nekat
banget!!! Dia kover dance-nya Heavy
Rotation JKT48!! Dia belajar dari mana? Kenapa dia segitu beraninya? Yang
paling tidak bisa kuterima, kenapa harus Dicky???
Seperti popcorn,
yang meletup-letup, aaaccchhh!!!
Aku mendengus mendengar ekspresinya mengatakan “ah”.
Para cowok malah bersorak seolah terpesona. Ayana dan Melody malah asyik
cekikikan.
I want you!
Mela
menuding Dicky lagi.
I need you!
Mela mengedipkan matanya. “Woooooowww,” dari para
cowok. Dicky cengar-cengir nggak jelas.
I love you!
Mela mengecup Dicky dari jauh! Ampuuuunn Melaaaa
genitnyaaaaa!!! Kali ini kata “cihuuuuuyyy” dan siulan nakal dari para cowok.
Semakin dekat jarak di antara kita
Maksimum, high tension
Maksimum, high tension
I want you!
Aku
melongo.
I need you!
Bibirku
berkedut-kedut setengah meringis, mendengus, nyengir.
I love you!
Aku
megap-megap seperti ikan koi dikeluarkan dari air, kehabisan napas.
“Lho, Nal? Kinal? Lo kenapa Nal? YA AMPUN KINAL
KEHABISAN NAPAS!!!” Ayana menjerit norak.
“APAA? KINAL KEHABISAN NAPAS??”
“MANA MANA? GUE MAU SUKARELA NGASIH NAPAS BUATAN!!”
Serta merta aku mendelik ke segala arah karena nggak
tahu itu suara siapa. Yang pasti, cowok. Aku menyingsingkan lengan seragam.
“APA LO BILANG?? SINI MAJU KALO BERANI!!!”
Mungkin seperti perasaan sekuntum
Bunga saatnya akan mekar
Bunga saatnya akan mekar
Entah dapet dari mana, Mela mengayunkan tubuhnya ke
depan, dengan dramatis memberikan sekuntum mawar putih pada Dicky. Untung bukan
mawar merah ya, dangdut dong! Dicky menerimanya, masih cengar-cengir.
“IHIIIIRRR!!!”
“MELA! MAU JUGA DONG BUNGANYA!!”
“SUIT! SUIT! CIYEEEEE!!!”
Sorakan-sorakan itu membuat Dicky salah tingkah dan
Mela tersipu-sipu.
Ambooooiii...
I feel you!
I touch you!
I hold you!
Di dalam mimpiku, angan-anganku menjadi semakin besar
Oh its my imagination
I touch you!
I hold you!
Di dalam mimpiku, angan-anganku menjadi semakin besar
Oh its my imagination
I feel you!
I touch you!
I hold you!
Perasaan ini, ku sangat ingin mengutarakan padamu
Heavy rotation!
I touch you!
I hold you!
Perasaan ini, ku sangat ingin mengutarakan padamu
Heavy rotation!
Yang selalu kudengarkan, favorite song
Seperti, lagu yang kusuka
Kuulang terus tanpa henti, twenty four hour today
Oh, baby, the only request is you!
Seperti, lagu yang kusuka
Kuulang terus tanpa henti, twenty four hour today
Oh, baby, the only request is you!
You dengan –u yang panjang, seraya Mela lagi-lagi
mengayunkan tubuhnya ke depan, kali ini untuk... mencolek dagu Dicky!
“UWAAAAA!!!”
Aku pingsan. Sialnya, Ayana yang menangkapku. “Nal?
Nal lo kenapa lagi?” Ayana menepuk-nepuk pipiku. “YA AMPUN KINAL PINGSAN!!!”
“APA? KINAL PINGSAN! SINI, BIAR GUE GENDONG KE UKS!”
“SAYANG BANGET KALO CUMAN DIGENDONG SAMPE UKS!
BOYONG KE RUMAH SEKALIAN!”
Dasar! Aku langsung bangkit. Nggak jadi pingsan.
“APA LO? SINI AJA KALO BERANI!!”
…Rasa sayang yang terus menerus meluap
Heavy rotation
Heavy rotation
Heavy rotation...
Semuanya bertepuk tangan. Aku tepuk tangan
malas-malasan. Mela ngos-ngosan sambil tersenyum bangga. Apalagi dilihatnya
Dicky bertepuk tangan, memandangnya, dan tersenyum.
Wajahku
mendung seketika.
Kemudian suasana sunyi. Mela masih memandangi Dicky.
Kami semua memandangi mereka berdua bergantian. Pun para juri dan anggota OSIS.
Menunggu. Apa tindakan Mela selanjutnya? Lebih tepatnya, apa tindakan NEKAT
Mela selanjutnya? Apakah Mela akan menyatakan perasaannya pada Dicky? Tunggu
cerita selengkapnya setelah yang mau lewat berikut ini, tetap di SILAT
INVESTIGASI!!
Bodor.
Kukira kesunyian ini akan segera berakhir lewat
tindakan Mela. Di luar dugaan, Dicky melepas pita pembatas. Dengan santai dan
cuek, peduli setan dengan pandangan yang mengarah padanya, terlebih pandangan
heran Mela, ia berjalan. Menujuku. Ke-pa-da-ku.
“Nal, ke kantin yuk! Laper nih!”
JEDIEEENKKK!!!
“Hah?” kataku, belum konek.
“Gue laper. Yuk ke kantin. Gue traktir deh. Gimana?”
Ya ampun. Nggak punya perasaan banget Dicky ini! Dia
nggak peka, pura-pura cuek, apa emang nggak tahu sih??
Sementara aku masih terus melongo, Dicky menarik
lenganku. Pergi. “Kebanyakan mikir deh!”
Mela, mulutnya terbuka lebar ngalah-ngalahin lebar
terowongan. Ibarat di manga, bakal banyak garis-garis berdiri lurus di
kepalanya, diikuti satu bulir besar keringat. Ya ampun Dickyyyyy!!!
Komentar
Posting Komentar