Jadian, Ya?
Semua
berpandangan sama dan tertuju pada arah yang sama. Menatap geli dengan senyum
tertahan pada kedua orang yang saling menatap dengan bersungut-sungut.
Lely
begitu marah sampai harus menggeser-geser rahangnya. Fikri dengan mata yang
berkilat-kilat dan mendelik sadis. Wajah boleh marah, tapi kedua jantung mereka
berdebar keras sampai mau loncat dari dada. Banyak kupu-kupu berterbangan dalam
perut, bergolak tanpa henti. Tubuh mereka bukan gemetar karena marah, tapi
karena bahagia.
Lalu,
apa yang sebenarnya terjadi?
“Ini
semua salahmu, tau!” seru Lely kesal, berusaha menyembunyikan senyumnya.
Fikri
tertawa mengejek, menyembunyikan tawa bahagianya. “Nggak ada maling yang teriak
maling.”
Lely
melotot. “Appppaaaaaa???”
“Udahlah
ngaku aja, ini semua kan emang salah kamu.” Nada Fikri mulai tenang.
“Kamu
duluan yang mulai!” Lely berhenti sejenak untuk mengatur napas, beringsut
sedikit mendekati Fikri. “Kalau kamu nggak diem aja, semua nggak akan kayak
gini, tau!”
Fikri
nggak langsung menjawab. Ia membenamkan kedua tangannya ke dalam saku.
Menunduk, gugup. “Tapi kan kamu bisa ngomong duluan.”
Lely
mendengus. “Aku cewek. Gengsi kalau duluan.”
“Aku
juga.”
“Tapi
kan kamu cowok!” tuduh Lely.
“Udah,
udah. Sama-sama sayang kok gengsi-gengsian,” celetuk salah satu penonton. Lely
dan Fikri kompak melotot.
Lalu
mereka berdua masih bersungut-sungut saling melirik, bingung hendak mengatakan
apalagi. Padahal masih ada yang mengganjal dalam hati, kalau tidak segera
terpenuhi, mereka akan menyesal sendiri.
“Ya
udah, aku minta maaf,” ucap Fikri.
“Aku
juga...”
“Kamu
nggak akan biarin aku menahan ini terlalu lama, kan?”
“Seharusnya
aku yang bilang gitu,” jawab Lely pelan.
“Oke.”
Fikri menghela napas panjang. “Jadian, ya?”
Semua
penonton yang saling bertetangga itu bersorak sorai. Terutama orang tua Lely
dan Fikri, yang terharu karena anak mereka yang sudah jadi aktor dan aktris di layar televisi itu.
@anggiiaaa
@anggiiaaa
Komentar
Posting Komentar